Rabu, 19 November 2014

MAKNA DAN SIMBOL MITONI-bab III




BAB III
SIMBOL DAN TRADISIMITONI
A.    Pengertian Simbol
Simbol merupakan pertanda akan adanya sesuatu hal. Sejak zaman dulu kala manusia sudah mulai mengenal adanya simbol.Seperti misalnya warna yang memiliki makna simbol tersendiri.Manusia sendiri yang menciptakan simbol sebagai kebutuhan dalam hidup, salah satunya dalam berkomunikasi.Sebagai contohadalah bahasa.Bahasa sangat penting digunakan dalam masyarkat untuk melakukan komunikasi.Tanpa bahasa/komunikasi manusia sangat sulit untuk berinteraksi dengan yang lainnya.
46
Simbol berasal dari bahasa Yunanisimbolon, kata kerja: symbalein berarti tanda pengenal yang menjelaskan dan mengaktualisasikan suatu perjumpaan dan kebersamaan yang didasarkan oleh suatu kewajiban atau perjanjian. Dapat juga dikatakan bahwa simbol adalah tanda indrawi, barang atau tindakan, yang menyatakan realita lain di luar dirinya. Simbol memiliki lingkup makna dan kandungan isi yang amat luas, karena itu merupakan sarana ulung untuk mengungkapkan sesuatu tentang Tuhan.Simbol berbeda dengan tanda.Simbol melibatkan emosi individu, gairah, keterlibatan dan kebersamaan.Selain itu, simbol juga terbuka terhadap berbagai arti dan tafsiran, tergantung bagaimana setiap individu memaknai simbol itu sendiri.Dalam kamus ilmiah popular mengartikan simbol adalah lambang. Sedangkan simbolik adalah gaya bahasa yang melukiskan atau menggambarkan benda dengan mempergunakan benda lain sebagai simbol atau pelambangan.[1]
Simbol adalah tanda yang berfungsi untuk mengekspresikan suatu harapan.Simbol dapat menggambarkan rencana dan maksud dari orang yang menggunakannya untuk suatu hal.Dalam pandangan religius, simbol dipandang sebagai ungkapan indrawi atas realitas yang transendent.[2]Banyak sekali definisi yang mengungkap arti simbol.Dapat disimpulkan secara garis besar simbol merupakan suatu hal atau tindakan yang memimpin pemahaman suatu subyek kepada obyek tersebut.Sedangkan manusia sendiri sangatlah susah untuk memahami realitas kehidupan tanpa perantara simbol. Menggunakan simbol manusia lebih mudah untuk mengerti dan memahami maksud dan makna dalam kehidupan.
Falsafah hidup Jawa tidak bisa terlepas dari tradisi kebudayaan orang Jawa. Orang Jawa/mereka akan terus menerus melestarikan warisan leluhur sebelumnya, walaupun zaman sudah semakin maju dan tradisi kebudayaan tersebut tidak dapat luntur seiring perkembangan zaman. Acara slametan merupakan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan merupakan simbol ungkapan rasa berbakti.Serta mendoakan keselamatan bagi anggota keluarga dan leluhurnya yang sudah meninggal.[3]
Ungkapan rasa syukur yang masyarakat lakukan adalah dengan terus menjaga dan melestarikan budaya dari nenek moyang.Perkembangan sejarah kebudayaan Jawa sampai sekarang masih terus dilacak dan diteliti secara mendalam.Pelacakan dan penelitian digunakan untuk melengkapi data-data sejarah kebudayaan Jawa yang sudah ada.Masyarakat domestik maupun masyarakat manca Negara sangat tertarik dengan adat dan istiadat dari negeri tercinta ini yang kaya dengan budayanya.Kita sebagai penerus bangsa bila tidak menjaga budaya leluhur maka jangan salah kalau Negara tetangga mengklaim budaya yang kita miliki seperti yang sudah ada sebelumnya.
B.     Macam-Macam Simbol
Orang Jawasangat erat dengan simbol dan bisa dikatakan tidak bisa dijauhkan dengan simbol.Simbol mencangkup dalamnya ada bahasa, religi ataupun tradisi.Begitupun dalam suatu pewayangan terdapat banyak sekali makna simbolisme.Demikian juga makna yang terkandung dalam manunggaling kawulo gusti cukup mendapat tempat di hati orang Jawa.Simbol-simbol di balik ungkapan itu terdapat banyak refleksi dan kontemplasi atas segala yang ada demi kesempurnaan hidup.[4]
Adapun macam-macam simbol yang terdapat dalam tradisi mitoni sebagai berikut:
1.      Simbol dalam Religi
Ketaatan kepada Tuhan menjadi urusan yang sangat personal dan bersifat privasi.Banyak orang mengagungkan simbol dan melepaskan nilai-nilai dasar dalam agama itu sendiri.Agama tidak mementingkan simbol, tetapi simbol dalam agama hanyalah sisi luar yang tidak dapat menjadi ukuran ketaatan seseorang kepada agama.Sistem religious merupakan serangkaian simbol sakral yang dikerjakan menjadi sebuah keseluruhan.Sistem ini menjadi dasar menuju pada pengetahuan yang hakiki.[5]
Sistem religius bukan merupakan suatu penalaran manusia melainkan dorongan spiritual yang dipergunakan manusia untuk berkomunikasi dengan Ilahi.Simbol-simbol tersebut bukan hanya bentuk luar yang menyembunyikan realitas religius, melainkan merupakan suatu hal nyata untuk menjupai yang suci.Simbol-simbol ini mampu berbagi dengan suatu hal mitos yang berkaitan dengan kesadaran manusia.Hal tersebut mampu menimbulkan emosi keagaman yang menggerkan jiwa manusia untuk memohon pada Tuhan, dengan bersujud dihadapan-Nya.
2.      Simbol dalam Tradisi
Menurut Koentjaraningrat, pengertian tradisi adalah: sistem aktivitas atau rangkaian tindakan ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat dan berhubungan dengan berbagai macam peristiwa biasanya terjadi dalam masyarakat. Sedangkan berdasarkan bahasa tradisi berasal dari bahasa Latin: traditio (diteruskan) atau kebiasaan, dalam pengertian paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat.Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.[6]
Tradisi dibagi menjadi empat tingkatan diantaranya, tingkatan nilai budaya, nilai moral, tingkatan hukum dan tingkatan aturan hukum.
a.       Tingkatan nilai budaya merupakan ide-ide yang mengkonsepsikan hal-hal paling bernilai dalam kehidupan dan berakar pada emosi jiwa manusia, misalnya gotong royong.
b.      Tingkatan nilai moral adalah norma-norma yang sudah terkait dengan peranan masing-masing anggota dalam masyarakat, misalnya peranan tentang jabatan.
c.       Tingkatan hukum adalah sistem atau peraturan yang berlaku dan disepakati dalam masyarakat, misalnya hukum adat.
d.      Tingkatan aturan hukum yakni aturan-aturan khusus dalam masyarakat dan bersifat konkrit, misalnya aturan sopan santun.[7]
3.      Simbol dalam Seni
Alam seni merupakan satu aktivitas pola manusia dalam pengungkapannya penuh dengan tindakan-tindakan simbol.Melalui seni, budaya yang tidak dapat diungkapkan bisa dicurahkan dalam bentuk simbol.Tindakan simbolis banyak diungkapkan manusia melalui alam seninya. Alam seni yang terdiri dari beberapa macam yakni, seni rupa, seni sastra, seni suara, seni tari dan lain sebagainya.[8]
Sedangkan di dalam tradisi mitoni yang dilakukan masyarakat jawa merupakan salah satu tradisi yang harus dilestarikan masyarakat Jawa. Seperti halnya waktu ditentukan untuk melakukan tradisi tradisi yakni usia kandungan harus genap 7 bulan.[9]Tindakan simbolis yang diuraikan diatas juga terdapat dalam tradisi ini.Tindakan religi dalam tradisi mitoni mengajarkan untuk mengucap syukur dan selalu memohon pada Tuhan yang memberikan kehidupan.Setelah itu tindakan tradisi menjadi dasar masyarakat untuk terus menjaga dan melestarikan budaya bangsa. Apabila tradisi ini tergeser dengan budaya lain, maka akan mempengaruhi pola tatanan masyarakat. Disebabkan sudah tidak adanya aturan-aturan yang mengikat dan menjadi pondasi dalam bermasyarakat.Tindakan seni menjadi upaya masyarakat Jawa untuk mengapresiasikan seni.Seperti yang terdapat dalam busana saat setelah siraman dilakukan.Busana merupakan bagian dari seni rupa dan memiliki aturan simbolis baik untuk pakaian. Corak yang terdapat dalam busana tersebut menandakan setiap tingkahlaku dan tanda kebersamaan dalam tingkatan ilmu maupun usia.
C.    Fungsi Simbol
Simbol merupakan suatu penghubung untuk menjalin komunikasi setiap manusia.Seperti yang sudah dijelaskan bahwa simbol sangat berkaitan langsung dengan manusia. Begitu halnya mereka menggunakan simbol pasti mengerti dan paham apa fungsi simbol bagi kehidupannya. Simbol merupakan suatu pertanda atau isyarat yang sudah disepakati.
Simbol dan tanda memiliki perbedaan dalam pengertiannya.Simbol merupakan sesuatu yang dianggap sebagai gambaran atas realitas dan pemikiran.Sedangkan tanda adalah penjelasan atau pemaknaan atas suatu hal.Misalnya, bendera merah putih merupakan bendera bangsa Indonesia dan ini merupakan simbol Negara.Dan bendera merah dalam lingkungan masyarakat merupakan tanda adanya kematian. Maka dari itu pemaknaan antara simbol dan tanda jangan dicampur menjadi satu, karena akan memberikan arti yang berbeda.Simbol memberikan kesempatan untuk merefleksikan dirinya dan pemaknaan dalam konteks tertentu.Dengan menciptakan suatu simbol, manusia semakin masuk dalam kehidupannya dan semakin terlibat didalamnya.
Fungsi simbol terbagi menjadi tiga macam fungsi, diantaranya:
1.      Fungsi ekspresi, yang menjelaskan tentang bidang seni, mitos maupun bahasa.
2.      Fungsi intusional, menjelaskan tentang komunikasi ataupun perasaan yang terdapat dalam bahasa.
3.      Fungsi konseptual, dapat dilihat dalam tanda-tanda yang ada dalam keilmuan sains.
Tidak hanya itu fungsi simbol juga terdapat dalam lingkungan sekitar kita seperti misalnya simbol-simbol dalam pendidikan pramuka.Seperti yang diajarkan oleh Pembina dalam pendidikan pramuka.Misalnya; simbol ‘siaga’ untuk menandakan bahwa kita harus siap-siap meninggalkan lokasi bila adanya bencana (gunung meletus).[10]Simbol ini berarti kondisi lingkungan tersebut masih dalam jangkauan stabil dan masih dalam taraf rendah.Selanjutnya simbol ‘waspada’ yang menandakan bahwa masyarakan harus segera dan bergegas untuk meninggalkan lokasi. Ini bertujuan agar dalam proses evakuasi tidak mengalami kendala yang cukup sulit. Kondisi ini bisa diartikan kita harus segera pergi dan mencari tempat yang lebih aman.Dan yang terakhir adalah ‘awas’, simbol ini menandakan bahwa kita harus mengosongkan lokasi agar tidak terkena bencana tersebut.
D.    Hubungan Simbol Dengan TradisiMitoni
Masyarakat Jawa dalam kehidupan sehari-hari masih sering sekali menggunakan perhitungan-perhitungan yang cukup rumit dalam menetukan hari, bulan atau tahun.Seperti halnya penepatan tanggal pernikahan yang mengkaitkan weton sang mempelai dengan keluarganya dan mengacu pada primbon jawa. Tetapi, warisan leluhur ini tidak lain adalah yang menggambarkan tentang keadaaan masyarakat Jawa dengan segala nilai- nilai yang terkandung di dalamnya.
Dalam selametan-selametan sering di buat sesaji.Penyerahan sesaji digunakan pada saat tertentu dalam suatu tradisi atau tradisi.Sesaji digunakan dalam rangka percaya terhadap makhluk halus, di tempat-tempat tertentu, seperti di bawah tiang rumah, di persimpangan jalan, di kolong jembatan dan di bawah pohon-pohon besar, di tepi sungai, serta tempat-tempat lain yang dianggap keramat dan mengandung bahaya gaib.
Sesajipada umumnya merupakan campuran dari tiga macam bunga (kembang telon), kemenyan, uang receh dan kue apem yang ditaruh di dalam besek kecil atau bungkusan daun pisang.Ada pulasesaji yang dibuat pada Selasa Kliwon danJum’at Kliwon.Sesaji ini bisa dibilang sangat sederhana karena hanya terdiri dari tiga macam bunga yang dimasukkan ke dalam gelas berisi setengah air dan bersama-sama sebuah pelita ditempatkan di atas meja untuk dikutug.Inipun ditunjukkan agar ruh-ruh tidak mengganggu ketenangan dan keselamatan dari para anggota seisi rumah.[11]
Beberapa persembahan merupakan ungkapan rasa menghormati kepada leluhur (sesaji).Masing-masing uborampe mempunyai ciri khas dan makna yang dalam. Tanpa memahami makna, rasanya persembahan sesaji akan terasa hambar dan mudah menimbulkan prasangka buruk, dianggap sesat, tak ada tuntunannya dan syirik. Tetapi semua prasangka itu tentu datang dari hasil pemikiran yang tak cukup informasi untuk mengenal dan memahami apa makna hakekat di balik semua itu.
1.      Perlengkapan Mitoni
a.       Jembangan
Jembangan ini berisi air setaman.Air setaman adalah air yang diberi bunga.Bunga ini meliputi bunga mawar, kenanga, kantil dan melati.Bunga melambangkan kesucian baik dari sisi batin maupun dalam tingkah laku dan sikap.[12]


b.      Jarik 7[13]
Jarik merupakan sejenis selendang/kain yang digunakan dalam tradisi guna menutupi tubuh.Jarik di sini menggunakan 7 macam jarik, diantaranya:
·         Wahyutemurun
Maknanya agar bayi menjadi orang yang selalu mendekatkan diri pada Tuhan.
·         Sidamukti
Maknanya adalah bayi yang akan lahir memiliki kewibawaan dan kebahagiaan. 
·         Sidaluhur
Maknanya adalah agar anak memiliki budi pekerti luhur.
·         Sidaasih
Maknanya adalah agar anak mendapatkan cinta kasih dan mempunyai sifat welas asih.
·         Sidadadi
Maknanya adalah agar kelak anak akan menjadi orang sukses.
·         Samenrama
Maknanya adalah agar bayi memiliki rasa cinta kasih terhadap sesama.
·         Sidaderajat
Maknanya adalah diharapkan bayi kelak mendapatkan derajat yang lebih tinggi dalam hidupnya.
c.       Dingklik (kursi)
Sebuah kursi kecil yang digunakan untuk duduk saat calon ibu dan ayahnya dimandikan dengan cara di siram memakai siwur.[14]Kursi ini dilengkapi dengan berbagai dedaunan diantaranya; daun beringin (melambangkan perlindungan dari Tuhan), daun kluwih (dianugerahi banyak kelebihan), daun dadapserep (melambangkan ketentraman).Tidak hanya dedaunan kursi tersebut dibalut dengan kain putih (melambangkan kesucian).
d.      Janur Kuning
Janur melambangkan kemenangan, dalam arti setiap hambatan dan rintangan telah dimusnahkan.Seperti halnya hari kemenangan yang menggunakan janur kuning.Janur kuning juga melambangkan tolak blalak atau penangkal.Disamping itu juga menggambarkan sebagai sinar surga.


e.       Telur Ayam 7
Telur ayam melambangkan embrio/janin yang ada dalam kandungan.
f.        Cengkir Gading
Cengkir Gading adalah Kelapa muda yang berwarna kuning melambangkan ketampanan dan kecantikan.
g.      Siwur
Siwur digunakan sebagai alat untuk memandikan.
2.      PeralatanMitoni
a.       Tumpeng 7
Bilangan dari 7 melambangkan bahwa umur kehamilan sudah menginjak tujuh bulan.Tumpeng ini dilengkapi juga dengan lauk pauk dengan perlengkapan seperti tempe, tahu, telur daging, ikan asin dan rempeyek, tidak lupa kuluban/gudangan sebagai sayurannya.[15] Lauk-pauk dan sayuran di sini juga memiliki arti sebagai lambang dari kemakmuran keluarga yang akan dibangunnya.Adapun simbol tumpeng yang berbentuk kerucut mengartikan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b.      Tumpeng Robyong dan Tumpeng Gundhul
Tumpeng Robyong dilengkapi dengan sayuran kuluban/gudangan, sedangkan tumpeng gundhul tanpa ada hiasan.Kedua tumpeng ini melambangkan arti ketaqwaan dan memohon dianugerahi keselamatan.
c.       Sekul Punar
Sekul Punar disebut juga dengan nasi kuning.Warna kuning yang mengartikan sinar.Jadi kelahiran seorang bayi adalah lambang kehidupan dalam keluarganya.
d.      Jenang
Jenang/bubur memiliki makna secara universal yakni ucapan rasa syukur kepada kakang kawah adi ari-ari atau saudara dalam kandungan. Adapun Jenang/bubur terdiri dari berbagai macam warna yang memiliki arti tersendiri, diantaranya:[16]
·         Jenang baro-baro abang melambangkan saudara dalam kandungan yakni darah dan juga mengartikan tentang keberanian.
·         Jenang baro-baro puteh melambangkan saudara dalam kandungan yakni air kawah/darah putih dan kesucian, seperti halnya proses melahirkan bagaikan peperangan suci.
·         Jenang baro-baro kuning melambangkan air dan udara, sinar kelahiran dari sang jabang bayi, seperti warna nasi kuning.
·         Jenang baro-baro ijo melambangkan diri sendiri dan kesuburan, keharmonisan keluarga.
·         Jenang baro-baro ireng melambangkan pusar.
·         Jenang Plotrok
Jenang Plotrok merupakan jenang putih yang diatasnya ada 2 buah pisang.Jenang ini melambangkan kelancaran saat proses melahirkan.
e.       Babon Angkrem/ingkung
Babon angkrem/ingkung adalah ayam jawa dengan kelamin betina yang dimasak utuh.Ayam ini melambangkan gambaran seorang ibu yang mengandung anak selama 9 bulan 10 hari.
f.       Apem
Apem berasal dari kata afwam atau afuan yang berarti permintaan maaf. Apem melambangkan permohonan maaf dari sang ibu kepada orang-orang yang ada disekitarnya atau kepada siapa saja.
g.      Sekul Gurih
Sekul gurih atau nasi gurih yang melambangkan pangan, dalam arti bahwa permohonan untuk dianugerahi pangan yang berlimpah.Sekul gurih diartikan juga sebagai caos prengetan kasucen marang Gusti.
h.      Sego Golong
Sego golong melambangkan gambaran bumi seisinya, gegolong bumine sak kabehe.
i.        Replika bayi
Replica bayi terbuat dari tepung beras yang dipadatkan dengan sedikit air dan kemudian dibentuk menyerupai boneka/bentuk bayi.Replika ini terdiri dari dua macam, yakni jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
j.        Rujak
Rujak mengartikan sebagai kebiasaan nyidam yang sering dialami oleh calon ibu.Dimana rasa rujak yang dibuat oleh calon ibu, juga menentukan jenis kelamin bayi yang akandilahirkan. Jika rujaknya pedas, mengindikasikan si bayi berjenis kelamin perempuan.Lalu para tamu diperkenankan membeli rujak dengan uang bohong-bohongan, yaitu uang dari pecahan genting tanah liat atau kreweng.[17]
k.       Jajanan pasar
Jajanan pasar atau tukon pasar,tukonberarti jumlah hari ada 7 dan pasaran 5.Melambangkan suatu kerukunan dan kebersamaan yang erat walaupun ada perbedaan, tenggang rasa.
3.      TradisiMitoni
Tradisi mitoni yang diadakan masyarakat desa Bendosaripada malam sabtu pahing/wagedalam usia kandungan genap 7 bulan.Adapun tata cara dalam tradisi mitoni di desa bendosari sebagai berikut:sungkeman, siraman, sesuci, pecah pamor, brojolan, sigaran, nyampingan, wiyosan, kudangan, bobokan.[18]
a.       Sungkeman
Sungkeman adalah acara permohonan maaf dan doa oleh calon ibu dan bapak kepada orang tua.
b.      Siraman
Siraman adalah mandi atau dimandikan.Sebelumnya calon ibu dan bapak ganti busana dengan menggunakan jarik yang sudah disiapkan.[19]Kemudian mereka duduk dan disiram/dimandikan oleh orang tua mereka dan sesepuh yang dituakan.Adapun orang yang memandikan ini juga berjumlah 7 orang, salah satunya adalah sesepuh adat.Air yang digunakan berasal dari 7 sumber mata air dengan ditaburi bunga setaman.Untuk calon ibu dan bapak saat dimandikan, posisi mereka mengahadap ke wetan atau timur.Wetan dalam hal ini bermakna wiwitan/permulaan, karena calon ibu sudah siap menjadi ibu.
c.       Sesuci
Sesuci adalah bersuci, yang dalam agama islam yakni berwudhu. Kepada calon ibu yang melakukan sesuci dengan menggunakan air yang dikucurkan oleh sang ayah mertua bertujuan supaya ia dapat menjaga setiap tingkah laku.
d.      Pecah Pamor
Pecah Amor adalah memecah sebuah kendhi yang merupakan pecahnya sebuah kawah atau ketuban.
e.       Brojolan
Brojolan dilakuan oleh calon ayah dengan menjatuhkan sebutir telur dari dada calon ibu.[20]Brojolan ini kelancaran yang akan dialami oleh calon ibu saat melahirkan natinya.
f.       Sigaran
Singaran adalah membelah kelapa yang dilakukan oleh calon bapak melambangkan jenis kelamin sang jabang bayi kelak.
g.      Nyampingan
Nyampingan adalah calon ibu mengenakan jarik secara simbolis dan bergatian sampai 7 kali dari yang bermotif rumit hingga bermotif sederhana.[21]Motif kain tersebut adalah: Sidomukti (melambangkan kebahagiaan), Sidoluhur (melambangkan kemuliaan), Truntum (melambangkan agar nilai-nilai selalu dipegang teguh), Parangkusuma (melambangkan perjuangan untuk tetap hidup), Semen rama (melambangkan agar cinta kepada kedua orangtua yang sebentar lagi menjadi bapak-ibu tetap bertahan selama-selamanya atau tidak terceraikan), Udan riris (melambangkan harapan agar kehadiran dalam masyarakat anak yang akan lahir selalu menyenangkan), Cakar ayam (melambangkan agar anak yang akan lahir kelak dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya).
h.      Wiyosan
Wiyosan adalah seperti brojolan, tetapi ini menggunakan kelapa yang dimasukkan dalam dada calon ibu nantinya ditangkap oleh kedua calon eyang putri.
i.        Kudangan
Kudangan adalah menimang-nimang cucu yang dilakukan oleh kedua calon eyang putri dengan menggunakan simbol bayi.
j.        Bubukan
Bubukan adalah menidurkan bayi di tempat yang sudah disediakan.
k.      Kenduri
Kenduri/kondangan merupakan penutup dari tradisimitoni.Acara ini bermakna ucapan syukur bahwa seorang yang mengandung anak pertama dalam pernikahannya.[22] Disamping itu juga meminta doapada semua warga dan Tuhan yang Maha Esa agar diberikan keberkahan dan keharmonisan dalam keluarga. Disamping itu juga tuan rumah juga memberikan sodaqoh berupa nasi, lauk-pauknya sebagai ucapan syukur.
Masyarakat Bendosari selalu menjaga tradisi ini agar tidak hilang terkikis zaman, terutama tentang tradisi mitoni.Banyak masyarakat sekitar yang sudah melupakan warisan dari leluhur tersebut. Mereka menganggap uapcara ini banyak memakan biaya dan keluar dari ajaran islam. Dalam ajaran islam menurut mereka yang tidak meyakini tradisi ini, tradisi mitoni tersebut tergolong sirik dan mengesampingkan Allah. Islam mengajarkan bahwa memperingati kandungan yang sudah berusia tujuh bulan dengan membaca 4 surat dalam al-Qur’an yakni surat yusuf, Mariam, waki’ah.
Uniknya dari desa bendosari ini adalah tidak meninggalkan tradisi dari leluhur dan tidak meninggalkan ajaran islam yang diyakininya. Kedua ajaran ini berjalan berirama dalam satu tujuan yang sama. Jadi tidak adanya selisih paham yang mementingkan satu dengan yang lainnya.Saling menjaga dan melestarikan budaya agar tidak terkikis oleh zaman, langkah inilah yang dilakukan oleh masyarakat Bendosari.


[1] Pius Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 2001), h. 708.
[2] Taufik, dkk.,Religion and Ritual (Jakarta: Buku Antar Bangsa, 1998), h. 38.
[3] M. Bambang Pranowo, Memahami Islam Jawa (Jakarta: Insep, 2009), h. 287.
[4] Purwadi, Mutiara Luhur Pujangga Jawa(Yogyakarta: Gelombang Pasang, 2005), h. 114.
[5] Van Peursen, Strategi Kehidupan (Yogyakarta: Kanisius, 1988), h. 95.
[6] Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa (Yogyakarta: Balai Pustaka, 1997). h. 199.
[7]                               , Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan (Jakarta: Garmedia, 1992), h. 11.
[8]Ibid,h. 140.
[9] Dewi Astuti, Adat-Istiadat Masyarakat Jawa Barat, (PT. Sarana Panca Karya Nusa, 2009). h. 38.
[10]http://id.wikipedia.org/wiki/tanggap bencana_alam, Diakses pada tanggal 30 Oktober 2013.
[11] Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (Jakarta: Djambatan, 2004), h. 348-349.
[12]Suwarna, Tradisi Tingkeban (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2003). h. 4
[13]http://chandrarini.com/tradisi-tingkeban-nujuh-bulanan, Diakses pada tanggal 20 September 20013.
[14] Suwarna, Tradisi Tingkeban. h. 10
[15]Ibid h. 17
[16]Wawancara dengan Bp Cipto(63 th) pada tanggal 21 Oktober 2013, selaku sesepuh desa Bendosari.
[17]Purwadi, Tradisi Tradiional Jawa: Menggali Untaian Kearifan Lokal (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005). h. 74.
[18]Suwarna, Tradisi Tingkeban,h. 32
[20] Purwadi, Tradisi Tradisional Jawa: Menggali Untaian Kearifan Lokal, h. 76
[21]Dewi Astuti, Adat-Istiadat Masyarakat Jawa Barat, h. 25.
[22]M. Madchan Anies, Tahlil dan Kenduri (Tradisi Santri dan Kiai), (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2010). h. 109

Tidak ada komentar:

Posting Komentar