
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang Masalah
Manusia hidup
mempunyai kodrat sebagai makhluk pribadi dan sosial. Selain manusia bertanggung
jawab atas diri pribadi, manusia juga harus berhadapan dengan manusia lain.
Tidak hanya sebatas hidup untuk memenuhi kebutuhan sendiri, manusia
berinteraksi dengan manusia lain juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan orang
lain tersebut. Dengan adanya hubungan timbal balik antar manusia inilah, maka
akan terjadi bermacam-macam interaksi ataupun kesepakatan tertentu. Tanpa
manusia lain, tanpa peran dan pengakuan dari manusia lain, seseorang tidak akan
berarti dalam kehidupannya.
Manusia itu dinilai
oleh manusia lain dalam tindakannya. Jika tindakan ini diambil seluas-luasnya
maka ada beberapa macam penilaian. Mungkin tindakan dinilai sebagai sehat atau
kurang sehat, adapun tindakan yang dinilai menurut indah tidaknya, dan mungkin
tindakan juga dinilai sebagai baik atau buruk. Jika tindakan manusia dinilai
atas baik-buruknya, tindakan itu seakan-akan keluar dari manusia, dilakukan
dengan sadar atas pilihan dengan satu perkataan “sengaja”. Faktor kesengajaan
ini mutlak untuk penilaian baik-buruk, yang disebut penilaian etis atau moral.[1]
|
Tindakan manusia
ditentukan oleh macam-macam norma. Norma dapat dibagi atas norma sopan santun,
norma hukum dan norma moral. Norma yang paling penting untuk tindakan manusia
adalah norma moral, yang datang dari suara hati.[3] Norma moral menjadi landasan perilaku setiap
manusia. Etika adalah gambaran rasional mengenai hakekat, dasar perbuatan dan
keputusan benar serta prinsip-prinsip yang menentukan klaim. Bahwa perbuatan
dan keputusan tersebut secara moral diperintahkan dan dilarang.[4]
Etika sebagai
norma, kaidah atau peraturan tingkah laku yang baik dapat bersifat tertulis.[5] Etika mencari kebenaran dan mencari
keterangan (benar) yang sedalam-dalamnya. Sebagai tugas tertentu bagi etika, ia
mencari ukuran baik buruknya tingkah laku manusia. Etika hendak mencari
tindakan, manusia manakah yang baik.[6] Etika adalah bagian filsafat yang meliputi
hidup baik, menjadi orang yang baik, berbuat baik dan menginginkan hal-hal yang
baik dalam hidup. Kata etika merujuk pada dua hal, yang pertama: disiplin ilmu
yang mempelajari nilai-nilai dan pembenarannya. Kedua: pokok permasalahan
disiplin ilmu itu sendiri yaitu nilai-nilai hidup kita yang sesungguhnya dan
hukum-hukum tingkah laku kita.[7]
Etika yang dipahami
secara umum adalah seperangkat peraturan tak tertulis yang disepakati bersama
dan bertujuan agar manusia melakukan hal-hal atau perbuatan baik. Etika
mempunyai pengaruh dalam aktifitas fisik maupun religious spiritual pada
kehidupan manusia. Arti yang lebih luas lagi dari etika yaitu keseluruhan norma
dan penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat yang bersangkutan untuk
mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan kehidupannya.[8]
Banyak perbuatan
manusia berkaitan dengan baik atau buruk, tapi tidak semuanya. Misalnya disaat
saya mengikat lebih dulu tali sepatu kanan dan kemudian tali sepatu kiri,
perbuatan ini tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan sifat baik atau buruk
pada kita. Baik dan buruk dalam arti etis seperti dimaksudkan dalam contoh di
atas ini memainkan peranan dalam hidup setiap manusia.[9] Kata etika juga berarti karakter yang
memegang teguh etika, tentu dapat disebut orang susila. Susila berarti sopan
santun yang baik, segala sikap dan perilaku sopan santun tidak melukai orang
lain.
Pengertian etika
sebagai kesusilaan itu, tampaknya yang paling tepat dalam mengartikan etika Jawa.
Jadi etika Jawa berarti aturan tata susila yang telah mengakar sebagai adat
kebiasaan, sebagai tuntunan norma hidup sehari-hari. Etika Jawa sebagai
rambu-rambu tatakrama dan sopan santun atau unggah-ungguh orang Jawa. Hal
ini berarti bahwa etika Jawa juga merupakan refleksi dari self control,
karena segala sesuatunya dibuat dan ditentukan untuk individu atau kelompok itu
sendiri.[10]
Manusia Jawa sangat
menjunjung tinggi etika dan norma dalam segala tindakannya. Seperti yang
dijelaskan oleh KGPAA Mangkunegaran IV setiap orang mempunyai sifat dan
perilaku sejak ia lahir kedunia ini. Sifat manusia ini dipengaruhi oleh
lingkungan sekitar terutama keluarganya. KGPAA Mangkunegaran IV menjelaskan
tentang sifat dan perilaku ini dalam Serat Salokatama. Perbedaan tentang
perilaku yang dimiliki oleh setiap manusia menjadi dasar dalam pemikiran KGPAA
Mangkunegaran IV. Manusia dengan kondisi normal tanpa adanya cacat fisik
ataupun mental, tetapi ia tidak memiliki etika yang baik dan benar.
Menurut KGPAA
Mangkunegaran IV, manusia yang dimaksudkan pada uraian diatas adalah manusia
yang memiliki kelainan tingkah laku. Orang-orang yang mempunyai kelainan dalam
bersikap merupakan gejala yang bermasalah, selalu ada ditengah-tengah pergaulan
antar manusia. Gejala tersebut dapat menimbulakan masalah bagi diri sendiri dan
dapat merugikan orang lain. Pada dasarnya mereka adalah manusia yang tidak bisa
menyesuaikan diri pada lingkungan sekitar.[11]
Dijelaskan bahwa
masyarakat Jawa sangat melekat dengan budaya dan sopan santunnya. Dimanapun
mereka berada pasti akan terlihat sisi ataupun ciri khas dari masayarakat Jawa
tersebut. Mereka lebih terkenal dengan perilaku yang lemah lembut. Seperti
teman-teman sesama pujangga asal Jawa layaknya Ronggowarsito dan Pakubuwono IV,
Mangkunegara IV juga memberi perhatian khusus tentang etika Jawa. Ajaran-ajarannya
tentang etika tertuang dalam hasil karyanya, misalnya Serat Salokatama
dan Wedhatama. Dalam serat ini dijelaskan bahwa masyarakat jawa mempunyai
tingkah laku yang sangat luhur dan mempunyai budi pekerti baik. Seperti halnya
yang terdapat dalam tembang serat wedhatama.
Sabarang tindak-tanduk
Tumindake lan sakadaripun
Den ngaksama kasisipaning sasami
Sumimpanga ing laku dur
Ardaning budi kang ngrodon
Artinya: semua
sikap laku yang dilaksanakan harus tidak sembarangan. Bertindaklah sewajarnya dan mudah memberi
maaf kepada sesama, yang berbuat
kesalahan, karena sikap laku jahat adalah dorongan hawa nafsu.[12]
Mereka memang orang
Jawa akan tetapi ada yang membedakan walaupun mereka sesama orang Jawa. Itu
disebabkan karena Jawa sendiri memiliki banyak suku di dalamnya. Misalnya suku
Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Setiap suku ini memiliki budaya dan
budi pekerti yang berbeda. Sifat-sifat tersebut menandakan ciri khas budaya
masing-masing. Ciri khas dari kebudayaan Jawa terletak dalam kemampuan luar
biasa kebudayaan Jawa untuk membiarkan diri dibanjiri oleh gelombang kebudayaan
yang datang dari luar namun, kebudayaan Jawa masih dapat mempertahankan
keasliannya.[13]
Dalam budaya Jawa mengandung pesan-pesan moral yang mengarah pada sebuah
kehidupan hakiki manusia. Bahwa manusia dalam hidup dan kehidupannya selalu diliputi keinginan yang luhur, yakni
untuk menggapai totalitas kesempurnaan hidup yang diiringi dengan langkah bijak
dalam memberi arti kehidupan itu sendiri.[14]
Kanjeng Gusti
Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV
dapat disebut sebagai guru penulis utama kejawen setelah era kepujanggaan Jawa
ditutup oleh RNg Ronggawarsita.[15]
KGPAA Mangkunegara IV dilahirkan pada hari Ahad Legi tanggal 1 Sapar tahun
Jumakir 1736 Jawa atau 3 Maret 1811, di Surakarta dengan nama kecil Raden Mas
Sudiro.[16]
Sedari kanak-kanak RM Sudiro yang tidak mendapatkan pendidikan formal di bangku
sekolah telah menunjukkan kecerdasan dan kepandaiaannya,[17]
karena sistem ini belum muncul ketika itu. Ia dididik kakeknya KGPAA
Mangkunegara II. Setelah berumur 10 tahun, oleh kakeknya ia diserahkan kepada Sarengat
alias Pangeran Riya, saudara sepupunya yang kelak menjadi KGPAA Mangkunegara III. Pangeran Rio diserahi tugas
untuk mendidik Sudiro tentang membaca, menulis, berbagai cabang keseniaan dan
kebudayaan serta ilmu pengetahuaan lainnya. Lima tahun ia belajar dengan tekun
di bawah bimbingan Pangeran Rio.[18]
Sudah menjadi tradisi para putra bangsawan tinggi Mangkunegaran, apabila sudah
cukup umur harus mengikuti pendidikan militer. Pada usianya yang ke-15 tahun RM
Sudiro pun menjadi kadet di Legiun Mangkunegaran. Begitu lulus
pendidikan militer yang ditempuhnya selama satu tahun, RM Sudiro ditempatkan
sebagai perwira baru di kompi 5.[19]
Peneliti lebih
memilih KGPAA KGPAA Mangkunegaran IV, dikarenakan banyak referensi buku yang
membahas tentang pemikiran dan karya-karyanya. Salah satunya Serat
Salokatama, pada penelitian ini lebih khusus pada Serat Salokatama.
Dari kesekian karyanya KGPAA Mangkunegara IV hampir semuanya ditujukan kepada
putra-putrinya namun, tidak pada serat ini. Sebagai pemimpin praja dan sebagai
“Dwara”, palawanganing pepadang (pintu pencerahan) KGPAA Mangkunegara IV
prihatin melihat tingkah laku yang tidak sewajarnya pada warga-kawulanya.
Dengan curahan cinta kasihnya memperhatikan dan memberi petunjuk kepada
orang-orang bermasalah, yakni orang berkelainan tingkah laku. Disamping itu dia
juga merupakan salah satu tokoh yang sangat unik, dikarenakan dia bukan hanya
seorang pemikir, dia juga termasuk seorang negarawan, pujangga dan kemiliteran.
Pemikiran tentang etika yang menjadi batasan dalam penelitian ini dan
membedakan dengan penelitian lainnya.
Pada penelitian ini peneliti memilih Serat Salokatama untuk menjadi
obyek penelitian, dikarenakan sebagian besar karya Mangkunegara IV ditunjukkan
untuk putra-putrinya. Namun, tidak untuk Serat Salokatama, Mangkunegara
IV menulis serai ini dikarenakan Mangkunegara IV khawatir melihat perilaku yang
tidak sewajarnya yang dialami warga-kawulanya. Dan sebagai palawanganing
pepadhang (pintu pencerahan) Mangkunegara IV dengan curahan cinta kasihnya
memperhatikan, membantu, dan memberi petunjuk kepada orang-orang bermasalah,
yakni orang berkelainan tingkah laku.
Kedudukan akhlak
dalam kehidupan manusia menempati tempat yang sangat penting, baik sebagai
individu maupun sebagai masyarakat. Sebab jatuh-bangunnya suatu bangsa
tergantung pada bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik maka akan sejahtera
lahir-batinnya, tetapi apabila akhlaknya buruk maka rusaklah lahir dan
batinnya. Seseorang yang berakhlak mulia, selalu melaksanakan
kewajibannya-kewajibannya, memberikan hak yang harus diberikan kepada yang
berhak. Dia melakukan kewajibannya terhadap dirinya sendiri, terhadap Tuhan,
terhadap sesama dan terhadap alam lingkungannya yang menjadi hak manusia
lainnya.[20]
Manusia terdiri
dari unsur jasmani dan rohani. Dalam kehidupannya ada masalah lahiriah,
marterial, dan ada masalah spiritual. Apabila seseorang tidak ada lagi
rihaniya, maka orang tersebut dikatakan mati. Begitu sebaliknya, bila tidak ada
jasmani maka tidak bisa dikatakan sebagai manusia. Di dalam kehidupan masyarakat
dan bangsa pun sama halnya dengan kehidupan individu. Masyarakat terdiri dari
individu-individu seperti tubuh yang terdiri dari anggota-anggota tubuh dan
benda terdiri dari sel-sel. Apabila tubuh itu rusak maka seluruh benda itu
terkena noda dan menyebabkan sakit.[21]
Apabila yang
terkena noda hanyalah salah satu orang dari sebuah keluarga maka akan
menimbulkan dampak pada keluarga itu sendiri. begitu juga dengan masyarakat,
apabila yang terkena noda itu seseorang dalam masyarakat yang memiliki peranan
penting, maka akan menimbulkan pada masyarakat itu sendiri. Semua ini menjadi
dasar dalam kehidupan dimasyarakat, bahwa seorang pemimpin yang memiliki akhlak
buruk maka rusaklah semua susunan dibahwanya.
Islam menjelaskan
tentang perilaku manusia sangat jelas adanya, bahwa akhlak baik-buruk sifat
seseorang itu dipengaruhi oleh orang itu sendiri. orang lain dan lingkungan
disekitarnya hanyalah fator pendukung. Kedudukan akhlak manusia dalam Islam
identik dengan ajaran agama itu sendiri. Islam yang mengajarkan tentang jalan
lurus yang terdiri dari iman, ikhsan, dan Islam.[22]
Berdasarkan latar
belakang diatas penulis ingin memaparkan tentang ajaran etika menurut KGPAA Mangkunegara IV secara mendalam dan
menganalilis dengan kehidupan di dunia serta ingin menjelaskan relevansinnya
dengan kehidupan sekarang ini, khususnya di Jawa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti dapat menentukan rumusan
masalah pada penelitian ini, yaitu:
1.
Bagaimana
ajaran etika menurut KGPAA Mangkunegara IV dalam Serat Salokatama?
2.
Bagaimana
relevansi ajaran etika menurut KGPAA Mangkunegara IV dalam Serat Salokatama
tersebut terhadap Islam?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin
dicapai dari penelitian ini adalah:
1.
Mengetahui
dan menganalisa ajaran etika menurut KGPAA Mangkunegara IV dalam Serat
Salokatama.
2.
Mengetahui
relevansi ajaran etika menurut KGPAA Mangkunegar IV dalam Serat Salokatama
terhadap kehidupan Islam.
D. Manfaat dan Kegunaan
Manfaat dan
kegunaan dalam penelitian ini adalah:
1.
Manfaat
penelitian ini secara akademis adalah untuk mendapatkan pemahaman yang lebih
mendalam tentang ajaran etika dari salah satu tokoh filsuf Jawa yaitu KGPAA Mangkunegara
IV dan juga sebagai bahan masukan/informasi untuk memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan bagi mahasiswa IAIN Surakarta dan mahasiswa Jurusan Aqidah
Filsafat.
2.
Manfaat
penelitian ini secara praktis adalah untuk memberitahukan kepada masyarakat
luas bahwasannya Jawa sangat menjunjung tinggi tentang etika.
E. Tinjauan Pustaka
M. Najib Eko
Saputro, 2008. Manusia Utama Menurut Mangkunegara IV (Kajian Atas Teks
Serat Wedhatama Dan Serat-Serat Piwulang). Dalam penelitian ini menjelaskan
tentang perbandingan antara serat Wedhatama dengan serat Piwulang. Konsep
Manusia Utama yang lahir dari sebuah kontemplasi kebatinaan dalam serat Piwulang.
Sedangkan, dalam serat Wedhatama konsep manusia Utama Mangkunegara dijabarkan
melalui tiga tahapan sesuai dengan konsep yang ada dalam aliran Pangestu, yaitu
distansi, konsentrasi (kontemplasi) dan representasi. Serta mencari hubungan
makna antara keningratan melalui pengabdian dan kepemimpinan. Penelitian ini
lebih menjelaskan tentang bagaimana menjadi manusia sempurna dan penjelasan
dalam penelitian ini membandingkan antara serat-serat piwulang dengan serat wedhatama.
Sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti lebih cenderung pada satu serat
piwulang yaitu Serat Salokatama dan hanya membahas tentang etika.
Moh. Ardani. 1989. Konsep
Sembah dan Budi Luhur dalam Pemikiran Mangkunegara IV. Dalam penelitian ini
menjelaskan tentang konsep sembah dan budi luhur yang ditinjau dari sudut
pandang Islam. Konsep sembah dan budi luhur di sini adalah merupakan essensi
ajaran Islam dalam rangka menjalin hubungan manusia dengan Tuhan, Tuhan dengan
manusia dan manusia dengan manusia. Pada penelitian ini membahas tentang dua
pemikiran Mangkunegara IV yaitu catur sembah dan budi luhur. Penelitian ini
lebih codong pad ajaran tasafufnya Mangkunegara yaitu catur sembah. Sedangkan
pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti, lebih cenderung hanya pada
pmikiran etikanya Mangkunegara IV.
Mulyoto dan Endang
Siti Saparimah. 1992. Ajaran Mangkunegara IV dalam Tinjauan Falsafati. Pada
penelitian ini mengulas tentang ajaran-ajaran Mangkunegara IV, khususnya dalam
serat Tripama dan serat Wedhatama. Dalam penelitian ini penulis mengutarakan
tinjauaan falsafati pada dua serat tersebut, yaitu: Eksistensi manusia Jawa
menuju kesempurnaan yakni bagaimana manusia berhubungan dengan Tuhan, manusia
dan alam semesta. Disebutkan pula mengenai ajaran catur sembah meliputi sembah
raga, sembah jiwa, sembah cipta, sembah rasa. Penelitian ini membahas bagaimana
manusia menuju kesempurnaan dengan cara menyeimbangkan antara Tuhan, manusia
dan alam semesta. Dan penelitian ini juga menjelaskan relevansinya ajaran
Mangkunegara IV dengan falsafat pancasila, yang meliputi: nilai religious atau
ke-Tuhanan Yang Maha Esa, nilai kemanusiaan, nilai persatuan atau kebangsaan,
nilai demokrasi atau kerakyatan, nilai keadilan atau kesejahteraan soaial. Pada
penelitian ini hanya membahas secara luas tentang ajaran Mangkunegara IV yang
terdapat pada serat wedhatama dan tripama, tentang bagaimana manusia menjadi
sempurna melalui ajaran Mangkunegara IV yang termashur yaitu catur sembah.
Sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti hanya membahas etika dalam Serat
Salokatama.
Berdasarkan dari
tinjauan pustaka diatas, kesemuanya membahas tentang KGPAA Mangkunegara IV dari
berbagai aspek, namun belum ada yang membahas tentang etika. Maka dari itu,
penelitian ini perlu untuk dilakukan, dikarenakan belum ada yang melakukan
penelitian sebelumnya.
F. Kerangka Teori
Etika adalah
keseluruhan norma dan penilaian yang digunakan oleh masyarakat yang untuk
mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan kehidupannya. Pengertian
ini memuat pandangan bahwa etika itu merupakan rambu-rambu normatif untuk
menilai apakah seseorang dianggap mencerminkan budiluhur atau tidak. Penyimpangan
terhadap etika berarti juga sekaligus pengingkaran terhadap nilai budi luhur.
Begitu pula etika kebijaksanaan Jawa, tentu dapat diartikan sebagai norma yang
digunakan masyarakat Jawa untuk menilai pekerti seseorang dalam kehidupannya.[23]
Kata etika berasal
dari bahasa Yunani kuno yaitu etos dalam bentuk tunggal. Mempunyai
banyak arti: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, habitat,
kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berfikir. Dalam bentuk
jamak (ta etha) artinya adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah menjadi
latar belakang bagi terbentuknya istilah “etika”. Maka etika berarti ilmu
tentang apa yang bisa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam kamus
bahasa Indonesia, etika dijelaskan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas
akhlak. Etika dijelaskan menjadi tiga arti: Pertama, ilmu tentang apa yang baik
dan apa yang buruk dan tentang hak-kewajiban moral. Kedua, kumpulan asas atau
nilai yang berkenaan dengan akhlak. Tiga, nilai mengenai benar dan salah yang
dianut suatu golongan atau masyarakat.[24]
Etika adalah ilmu
yang membahas tentang moralitas atau tentang manusisa sejauh berkaitan dengan
moralitas. Cara lain untuk merumuskan hal yang sama adalah bahwa Etika
merupakan ilmu yang menyelidiki tingkah laku moral. Tetapi perlu ditekankan ada
berbagai cara untuk memperlajari moralitas atau berbagai pendekatan ilmiah
tentang tingkah laku moral.[25]
G. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan
penelitian naskah/kepustakaan (library research).
1.
Sumber
Data
Bahan-bahan kajian untuk melakukan penelitian
ini diperlukan dua jenis sumber data, baik dari sumber primer maupunn sumber
sekunder. Sumber primer dalam penelitian ini, yaitu: Serat Salokatama
yang terdapat di dalam Piwulang Budi.
Sedangkan sumber data sekunder yaitu semua
data yang berhubungan dengan penelitian. Data sekunder dalam dalam penelitian
ini menggunakan buku-buku, artikel, majalah, maupun tulisan lainnya yang berkaitan
dengan etika dan KGPAA Mangkunegara IV.
2.
Metode
Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah
mengumpulkan berbagai literatur yang membahas tentang KGPAA Mangkunegara IV dan
etika, baik dari buku yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan, artikel
dan tilisan-tulisan lainnya. Data-data
yang diperoleh dipilah menjadi data primer dan data sekunder. Setelah itu
ditelaah supaya pembahasannya bisa tersusun dengan sistematis. Dan tahap yang
terakhir adalah pengolahan data.
3.
Analisis
Data
Setelah semua data terkumpulkan, maka yang
harus dilakukan penulis ialah menganalisis data dengan mengacu pada buku-buku
yang berkaitan dengan Serat Salokatama dan etika. Metode yang digunakan
oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, metode kesinambungan
historis, metode interpretasi.
a. Metode deskriptif
Menguraikan
dan membahas secara teratur pemikiran tokoh yang dimaksud, tentunya berkenaan
dengan judul tersebut dengan tujuan mendapatkan suatu pemahaman yang benar dan
lebih jauh diharapkan dapat melahirkan suatu pemahaman baru dari pemikiran
tersebut.
b. Metode kesinambungan historis
Menganalisa
sejarah seorang tokoh serta menguraikan perjalanan hidup seorang tokoh dan
pemikiran yang melatar belakangi munculnya sebuah pemikiran dan ideologi dari
tokoh tersebut, serta pemaknaan yang berhubungan dengan dunia diluar, yakni
filsafat dan ideologi lainnya.[26]
c. Metode interpretasi
Metode
ini dipakai untuk menyelami karya karya tokoh untuk menangkap arti, nuansa yang
dimaksudkan tokoh secara khas.[27]
H. Sistematika Pembahasan
Pembahasan dalam
penelitian ini menggunakan sistem bab per bab, antara satu dengan bab yang lain
merupakan kesinambungan dan saling terkait. Bab pertama berisikan
pendahuluan yang menjelaskan tentang
latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian
pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua akan
menguraikan KGPAA Mangkunegara IV dan pemikirannya yang meliputi biografi KGPAA
Mangkunegara IV, dan karyanya.
Bab ketiga akan
menguraikan pengertian etika, macam-macam etika, dan teori etika, yaitu
hedonisme, pengembangan diri, dan utilitarisme.
Bab keempat akan
membahas tentang pemikiran etika KGPAA Mangkunega IV yang meliputi ajaran etika
KGPAA Mangkunegara IV dalam Serat
Salokatama, dan relevansinya etika KGPAA Mangkunegara IV dalam Serat
Salokatama dengan Islam.
Bab kelima berisi
penutup. Dalam bab ini peneliti akan memberikan kesimpulan tentang hasil
penelitian yang telah dilakukan dan beberapa saran.
[1] Poedjawiyatna, Etika Filsafat Tingkah Laku
(Jakarta: Rineka Cipta, 1982). h. 13-14.
[2] Abidin, zainal, Filsafat Manusia (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2006). h. 29.
[3] Hamersma, Harry, Pintu Masuk Ke Dunia
Filsafat (Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1981). h. 24.
[4] Fakhry, Majid, Etika Dalam Islam,
terj. Zakiyuddin Baidhawy (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996). h. xv.
[5] Heniy Astiyanto, Filsafat Jawa
Menggali Butir-Butir Kearifan Lokal (Yogyakarta: Warta Pustaka, 2006). h.
1-2.
[6] Ahmad, Charris Zubair, Kuliah Etika (Jakarta: Rajawali, 1990), h.14.
[7] Robert C. Solomon, Etika Suatu Pengantar,
terj. Andre Karo-Karo (Jakarta: Erlangga, 1987), h. 2.
[8] Yana MH, Falsafah dan Pandangan Hidup
Orang Jawa (Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2012), h. 150-151.
[9] K. Bertens, Etika (Yogyakarta:
Kanisius, 2013), h. 10.
[10] Suwardi Endraswara, Etika Hidup Orang Jawa
(Yogyakarta: Narasi, 2010), h. 34.
[11] Harmanto Bratasiswara, Piwulang Budi Luhur
karya KGPAA Mangkunegara IV (Surakarta: Reksa Pustaka Kabupaten Reksa Budaya Pura
Mangkunegara, 1998), h. 152.
[12] Ki Sabdacarakatama, Serat Wedhatama
(Yogyakarta: Narasi, 2010), h. 61.
[13] Soewidji, Etika Jawa Modernisasi dan
Gotongroyong dalam Perkembangan Negara (Surakarta: Museum Pres Nasional,
1999), h. 1.
[14] ibid. h. 74.
[15] Muhaji Fikriono, Puncak Makrifat Jawa
(Jakarta: Noura Books, 2012), h. 92.
[16] M. Hariwijaya, Islam Kejawen
(Yogyakarta: Gelombang Pasang, 2006), h. 303.
[17] Muhaji Fikriono, Puncak Makrifat Jawa,
h. 93.
[18] M. Hariwijaya, Islam Kejawen, h. 303.
[19] Muhaji Fikriono, Puncak Makrifat Jawa,
h. 93.
[20] Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islam
(Surabaya: Pustaka Islam, 1987), h. 11.
[21] Ibid, h. 13.
[22] Ibid, h. 21.
[23] Soewidji, Etika Jawa Modernisasi dan
Gotongroyong dalam Perkembangan Negara h, 18.
[24] K. Bertens, Etika,h. 4.
[25] Ibid, h. 6.
[26] Anton Bakker dan
Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta:
Kanisius, 1990), h. 51.
[27] Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2002), h. 98.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar