Rabu, 19 November 2014

HUMANISME DALAM PEMIKIRAN R.M.P. SOSROKARTONO-bab I



BAB I
PENDAHULUAN
B.     Latar Belakang Masalah
Berbicara tentang humanisme pasti tidak lepas dari dunia Barat, karena memang sejarah humanisme berasal dari dunia Barat. Menurut Zainal Abidin, humanisme merupakan gerakan intelektual dan kesusasteraan yang pertama kali muncul di Italia pada abad ke-14 M dan humanisme juga sering dipahami sebagai paham di dalam filsafat yang menjunjung tinggi nilai dan martabat manusia sedemikian rupa sehingga manusia menempati posisi yang sangat penting, baik dalam perenungan teoritis-filsafat maupun dalam praktis hidup sehari-hari.[3]
Humanisme secara istilah berasal dari bahasa latin humanitas (pendidikan manusia) dan dalam bahasa Yunani disebut sebagai paideia yang berarti pendidikan yang didukung oleh manusia yang hendak menempatkan seni-seni liberal sebagai materi atau sasaran utamanya.[4]
Humanism berarti menganggap individu rasional sebagai nilai paling tinggi, menganggap individu sebagai sumber nilai terakhir, mengabdi kepada pemupukan perkembangan kreatif dan perkembangan moral individu secara rasional dan berarti tanpa acuan pada konsep-pemikiran tentang yang adi kodrati.[5]


Humanisme juga bisa diartikan sebagai pandangan yang menganggap kesejahteraan dan kebahagiaan manusia dalam kehidupan sebagai hal yang utama.[6] Ali Syari’ati juga mendifinisikan bahwasannya humanisme ialah aliran filsafat yang menyatakan bahwa tujuan pokok yang dimilikinya adalah untuk keselamatan dan kesempurnaan manusia.[7]
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwasannya humanisme adalah aliran yang menjadikan manusia (individu) sebagai sentral penelitian dan aliran yang ingin menjunjung tinggi harkat martabat manusia. Dalam sejarahnya, wacana humanisme yang berkembang di dunia Barat meninggalkan kesan yang negatif, teori ini pada akhirnya sangat menggunggulkan manusia, sangat bersifat antroposentris dan meniadakan andil Tuhan. Mereka menjadi atheis, menganggap Tuhan tidak berperan dalam kehidupan mereka. Humanisme pada mulanya hanya ingin membebaskan manusia dari dogma gereja, kemudian berubah menjadi sebuah ideologi dan aliran yang ingin menyingkirkan Tuhan (agama) dari kehidupan manusia.[8] Aliran Marxisme, Pragmatisme, dan Eksistensialisme adalah aliran yang memuat nilai-nilai humanis yang muncul di dunia Barat.[9]
Jawa sebenarnya erat dengan nilai-nilai humanitas, akan tetapi masih jarang para akademisi yang mengangkat pemikiran filsuf Jawa tentang pemikiran humanisme. Menurut Darori, Jawa adalah pulau yang terbentang diantara kepulauan nusantara, yang konon banyak menghasilkan jewawut (padi-padian).[10] Zaairul Haq juga mendefinisakan bahwa secara geografis Jawa meliputi wilayah Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang, dan Kediri.[11] Dan secara administratif terbagi menjadi empat provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten, serta dua wilayah khusus , yaitu DKI Jakarta dan DI Yogyakarta.[12]
Endraswara mengatakan bahwasannya masyarakat Jawa terkenal dengan masyarakat yang terbuka, mudah menerima perbedaan, arif, suka tolong menolong, dan sangat tinggi nilai kebatinannya. Masyarakat Jawa sangat identik dengan ilmu kebatinan, dan untuk mendapatkan kesempurnaan ilmu kebatinannya akhlak sosial menjadi kuncinya. Akhlak sosial atau bisa juga disebut dengan sikap humanis ini menjadi pedoman masyarakat Jawa dan inti dari kebatinan adalah membangun solidaritas bangsa. Aspek-aspek sosial antara lain seperti gotong royong, lung tinulung, dan toleransi.[13] Selain itu, Budiono Hadisutrisno juga menambahkan bahwa di Jawa juga diajarkan bagaimana kita memelihara hubungan sedulur papat lima pancer, memelihara ritus kehidupan, dan memelihara hubungan dengan Sangkan Paraning Dumadi.[14] Semua itu dipertegas oleh tulisan Zaairul Haq, bahwasannya Jawa mempunyai Falsafah Ajaran Hidup yang meliputi 3 hal, yaitu kesadaran ber-Tuhan, kesadaran terhadap semesta, dan kesadaran atas keberadaan manusia.[15] Kesadaran terhadap keberadaan manusia ini merupakan kunci untuk menggapai sempurnanya hidup orang Jawa yang disebut insan kamil. Akan tetapi, hal-hal yang berhubungan dengan kemanusiaan jarang sekali diungkap oleh para akademisi, mereka lebih tertarik untuk meneliti tentang ketuhanan, etika, dan mistik. Padahal nilai-nilai kemanusiaan juga merupakan hal penting untuk menuju sempurnannya ilmu, seperti yang sudah penulis paparkan di atas.
Nilai-nilai humanisme di Jawa hampir mengalami kepunahan, dikarenakan gaya kehidupan modernitas yang menghipnotis masyarakat Jawa. Ignas G. Saksono berpendapat, bahwasannya modernisasi secara intensif menggempur dan menyerbu budaya tradisional masyarakat Jawa, sedikit demi sedikit menghilangkan ajaran dan nilai-nilai masyarakat Jawa termasuk nilai-nilai humanitas Jawa. Sepintas mereka memang telah menawarkan kemudahan dan kenikmatan, tetapi itu hanya sementara, dalam jangka panjang dan bukti-bukti telah menunjukkan bahwa modernitas akan menghancurkan peradaban alam dan akhirnya menghancurkan peradaban manusia seluruhnya.[16]
Modernitas sangat mempengaruhi masyarakat Jawa, banyak orang Jawa sedikit demi sedikit mulai meninggalkan nilai leluhurnya. Hidup individu, pragmatis, materialis yang merupakan ciri-ciri masyarakat modern[17] menjadi pilihan hidup mereka untuk mempertahankan kelangsungan hidup, karena menurut mereka ketradisionalan membuat mereka ketinggalan zaman. Padahal, nilai modernitas sangat tidak cocok bagi masyarakat Jawa yang sangat menjunjung tinggi keselarasan hidup, nilai-nilai kemanusiaan dan sikap moral sepi ing pamrih.[18]
Sikap hidup modern membuat manusia lupa, sebenarnya hakikat mereka hidup di dunia ini untuk apa, apakah hanya untuk bersenang-senang?, bersaing untuk menjadi yang terbaik, ataukah untuk yang lainnya?. Pandangan terhadap hakikat manusia mengalami pergeseran. Manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang multi-dimensional namun cenderung menjadi manusia satu dimensi.[19] Manusia mengalami dehumanisasi, manusia dituntut untuk segera bertindak memanfaatkan seluruh potensi dinamis yang dimilikinya, membangun dirinya sendiri, mengembangkan dirinya sendiri, agar tidak terperosok dalam kehancuran dirinya. Maka dari itu, wacana ataupun pemikiran humanisme yang dihasilkan oleh filsuf Jawa harus dikenalkan kembali kepada masyarakat Jawa. Penelitian ini menjadi sangat penting karena masih sangat jarang akademisi yang mengangkat pemikiran filsuf Jawa tentang pemikiran humanisme dan melihat kehidupan masyarakat Jawa yang semakin kehilangan identitas Jawanya.
Jawa banyak melahirkan para filsuf yang hebat dan ajaran mereka tidak terlepas dari nilai kemanusiaan. Dalam istilah Jawa, seorang filsuf disebut orang yang wicaksana atau jalma sulaksana, waskitha ngerti sadurunge winarah atau jalma limpat seprapat tamat (mengetahui sebelum terjadi).[20] Salah satu tokoh filsuf Jawa yang banyak mengajarkan nilai humanisme adalah R.M.P. Sosrokartono (1877-1952) yang merupakan putra Bupati Jepara, Raden Mas Adipati Ario Samingoen Sosroningrat dan kakak R.A. Kartini.
Salah satu pemikiran hebatnya adalah tentang humanisme. Sosrokartono mengajarkan kepada masyarakat Jawa kala itu sikap humanis melalui Ilmu Kantong Bolong, Ilmu Kantong Kosong, dan Ilmu Sunyi. Secara explisit Sosrokartono tidak mengatakan bahwa pemikirannya itu humanis, tetapi secara implisit apabila kita mengamati berbagai pemikirannya maka akan terlihat bahwa intinya adalah humanis.
Sebenarnya semua filsuf Jawa mengajarkan ajaran humanis, akan tetapi menurut penulis Sosrokartono adalah salah satu tokoh yang benar-benar menekankan kemanusiaan untuk menggapai hakikat manusia hidup di dunia, ia tidak hanya menelurkan pemikiran secara ajaran saja, bahkan terjun langsung ke masyarakat untuk mempraktekan ajarannya sendiri dan mengabdikan seluruh hidupnya untuk masyarakat saat itu. Sosrokartono juga seorang tokoh yang mempunyai latar belakang pendidikan dunia Barat dan Timur, sehingga pemikirannya lebih terlihat rasional. Sedangkan, banyak dari filsuf Jawa yang pemikirannya masih sulit untuk dipahami, karena pemikiran mereka terkesan mistis.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis ingin memaparkan pemikiran humanisme Sosrokartono secara mendalam, menganalisis hubungan pemikiran humanisme Sosrokartono terhadap hakikat manusia hidup di dunia dan relevansi pemikiran humanisme R.M.P.Sosrokartono terhadap kehidupan kekinian di Indonesia.
C.    Rumusan Masalah
Rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pemikiran humanisme R.M.P. Sosrokartono?
2.      Apa hubungan pemikiran humanisme R.M.P. Sosrokartono dengan hakikat manusia hidup di dunia?
3.      Bagaimana implementasi humanisme R.M.P. Sosrokartono terhadap kehidupan kekinian di Indonesia?
D.    Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1.      Mengetahui pemikiran humanisme R.M.P. Sosrokartono.
2.      Mengetahui hubungan pemikiran humanisme R.M.P. Sosrokartono dengan hakikat manusia hidup di dunia.
3.      Mengetahui implementasi humanisme R.M.P. Sosrokartono terhadap kehidupan kekinian di Indonesia.
E.       Manfaat dan Kegunaan
Manfaat dan kegunaan dalam penelitian ini adalah:
1.      Manfaat penelitian ini secara akademis adalah untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang pemikiran humanisme salah satu tokoh filsuf Jawa yaitu Sosrokartono dan juga sebagai bahan masukan/informasi untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan bagi mahasiswa IAIN Surakarta dan mahasiswa Jurusan Aqidah Filsafat.
2.      Manfaat penelitian ini secara praktis adalah untuk memberitahukan kepada masyarakat luas bahwasannya Jawa sangat menjunjung tinggi humanisme.


F.       Kajian Pustaka
Penelitian yang berhubungan dengan pemikiran Sosrokartono masih sangat sedikit, untuk sementara penulis menemukan beberapa penulis yang menulis tentang pemikiran Sosrokartono, antara lain :
Abdullah Ciptorawiro (1996) dalam bukunya yang berjudul “ Alif; Pengertian Huruf Alif Dalam Paguyuban Sosrokartono, Dalam Kandungan Al-Qur’an, Dan Dalam Kejawen“. Dalam bukunya ini ia hanya menjelaskan pemikiran Sosrokartono tentang  Alif, kemudian pemikiran Alif Sosrokartono dibandingkan dengan Alif menurut Al-Qur’an dan Kejawen. Dalam bukunya ia tidak menjelaskan pemikiran humanisme Sosrokartono secara detail, ia hanya menjelaskan sedikit tentang salah satu fungsi Alif Sosrokartono adalah untuk mengobati orang sakit.
Tulisan Koesnadi Partokusumo dalam Majalah Mawas Diri edisi Agustus 1981 yang berjudul “ Kodrat Benda Semesta” yang dikutip dari buku Shantih, Tuntunan Ethiko Psikologi Ajaran R.M.P. Sosrokartono. Dalam tulisannya ini ia hanya mengupas salah satu tulisan Sosrokartono tentang Kodrat Benda Semesta, dalam tulisannya Sosrokartono menerangkan Kodrat Benda Semesta dengan teori relativitas Enstein. Jadi, Koesnadi tidak menjelaskan pemikiran Sosrokartono tentang pemikiran humanisme.
Aksan (1988) dalam bukunya yang berjudul “Ilmu dan laku Drs. RMP.Sosrokartono”. Dalam bukunya ini ia menjelaskan biografi singkat Sosrokartono, pemikiran Sosrokartono secara luas meliputi pemikirannya tentang riwayat hidup singkat Sosrokartono, sang guru, sang alif, tirta husada, Mandor Klungsu, dan Djaka Pring. Dalam tulisannya ini ia tidak melakukan analisis mendalam tentang pemikiran humanisme Sosrokartono.
Berdasarkan ketiga penelitian di atas, peneliti tidak menemukan penelitian yang mendetail tentang pemikiran humanisme Sosrokartono. Mereka hanya memaparkan pemikiran Sosrokartono secara luas tanpa analisis yang mendalam. Maka dari itu, penelitian yang akan dilakukan peneliti belum pernah diteliti sebelumnya.
G.      Kerangka Teori
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan teori humanisme Franz-Magnis Suseno, karena teori humanisme Magnis Suseno mengandung unsur nilai-nilai Jawa dan banyak juga penelitiannya yang berhubungan dengan Jawa. Menurutnya humanisme adalah keyakinan bahwa setiap orang harus di hormati sebagai pesona, sebagai manusia dalam arti sepenuhnya, bukan karena ia  pintar atau bodoh, baik atau buruk. Semua ini tergantung daerah asal usulnya, komunitas etnik atau dari agama mana, dan apakah dia laki-laki atau perempuan. Secara tegas ia mengatakan bahwa humanisme berarti menghormati orang lain dalam identitasnya.[21]
Beberapa ciri  manusia yang humanis menurut Frans Magnis-Suseno adalah manusia yang tahu diri bahwa dirinya tidak tahu, bijaksana, terbuka dalam melihat berbagai kemungkinan, bersifat positif terhadap sesama manusia, anti fanatisme, kekerasan, penilaian-penilaian mutlak, tidak mengutuk pandangan orang lain, bersikap terbuka, toleran, menghormati berbagai keyakinan dan sikap, serta mampu melihat yang positif dibalik perbedaan.[22] Teori humanisme Magnis Suseno lahir sebagai pemikiran puncak etikanya. Menurut Magnis Suseno etika bisa mencapai puncaknya yang luhur dalam humanismenya.[23] Pendapat Magnis-Suseno dikuatkan oleh Mangunwijaya IV, bahwasannya humanisme adalah sikap terus-menerus untuk menjadi manusiawi, menghargai kemanusiaan, terbuka terhadap nilai-nilai kemanusiaan universal, berfikir kreatif, eksploratif, inklusif, dan pluralistik.[24]
Hakikat manusia hidup di dunia menurut Purwadi adalah untuk menuju Sangkan paraning dumadi yaitu asal mula hakikat kehidupan serta tujuan utamanya adalah mencapai ḥusnul khatimah yang berujung pada kenikmatan surgawi. Kesempurnan hidup atau mati sajroning ngaurip bisa dicapai dengan menghindari nafsu amarah, lawamah, sufiah dan memupuk nafsu mutmainah.[25] Selain itu masyarakat Jawa juga melakukan laku prihatin, manekung, dan semedi.[26] Manusia hidup ini hanya sebentar karena suatu ketika akan kembali kepada Tuhan. Tuhan adalah tumpuan sangkan paraning dumadi, Tuhan adalah sangkan paran dari semua ciptaan-Nya. Dari Tuhan dan akan kembali pada Tuhan.[27]
Allah Swt. juga menjelaskan Q.S. Adz-Zaariyyat : 56, yang berbunyi:
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya    mereka mengabdi/menyembah kepada-Ku.”[28]
Ayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwasannya tujuan manusia hidup di dunia ini hanyalah untuk beribadah menyembah Allah Swt secara tulus, ikhlas, dan dilakukan secara tertib, baik, dan benar. Penyembahan yang dilakukan semata-mata untuk memperoleh ridho, rahman dan rakhim-Nya, agar memperoleh keselamatan dunia dan akhirat kelak.

H.      Metode Penelitian
1.      Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat penelitian pustaka (Library Research), jenis penelitian ini adalah kualitatif, penelitian ini mengikuti cara dan arah pikiran seorang tokoh filsuf dalam karyanya maupun yang membahas pemikiran tersebut. Sumber data yang diperlukan untuk penyusunan skripsi ini terdapat di dalam buku-buku primer dan sekunder.
2.      Sumber Data
Untuk melakukan penelitian ini diperlukan dua jenis sumber data, yaitu sumber data primer dan sumber data skunder. Sumber data primer dalam penelitian ini antara lain:
a.       R.M.P. Sosrokartono dengan tulisannya Omong Kosong,
b.      R.M.P. Sosrokartono dengan tulisannya Laku lan Maksudipun,
c.       R.M.P. Sosrokartono dengan tulisannya Serat Saking Medan.
Sedangkan sumber data sekunder yaitu semua buku yang berhubungan dengan judul yang peneliti teliti.
3.      Metode Pengumpulan Data
a.      Pertama, diadakan pelacakan dan pencarian literatur yang bersangkutan dengan penelitian. Kemudian dari literatur tersebut diadakan pemilahan sumber data primer dan skunder.
b.      Setelah literatur terkumpul, diadakan penelaahan yang disesuaikan dengan aspek-aspek yang akan dibahas.
c.      Pemilahan dilakukan atas pokok-pokok permasalahan, sehingga pemikiran yang dibahas tersusun sitematis.
d.      Tahap pengumpulan data yang terakhir dilakukan pengolahan data.
4.      Analisa Data
Setelah data terkumpul maka langkah-langkah yang penulis lakukan ialah melakukan klasifikasi disesuaikan dengan bahan yang akan dibahas dan dilanjutkan dengan pengolahan data. Teknik pengolahan data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu menggabungkan metode penelitian dengan filsafat.
a.      Metode deskripsi
Metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menguraikan data-data secara jelas dan terperinci mengenai konsepsi tokoh dan pemikirannya.[29] Metode ini akan digunakan peneliti untuk menguraikan humanisme dan pemikiran Sosrokartono.
b.      Metode Kesinambungan Historis
Metode yang digunakan untuk melihat benang merah perkembangan pemikiran tokoh, baik yang berhubungan dengan lingkungan historisnya maupun pengaruh-pengaruh yang dialami dalam perjalanan hidupnya.[30] Metode ini akan peneliti gunakan untuk memaparkan humanisme dan biografi Sosrokartono.
c.      Metode Verstehen (memahami)
Metode yang digunakan untuk memahami bangunan pemikiran dan pemaknaan seorang tokoh, dokumen dan yang lain secara mendalam tanpa ada keterlibatan peneliti untuk menafsirkannya.[31] Metode ini akan digunakan peneliti untuk memahami pemikiran Sosrokartono.
d.      Metode Interpretasi
Metode interpretasi atau penafsiran yaitu metode yang digunakan untuk merekontruksi naskah, menangkap arti dan nuansa yang dimaksudkan secara khas.[32]Metode ini peneliti gunakan untuk menganalisis pemikiran humanisme Sosrokartono, hubungan humanisme Sosrokartono dengan hakikat manusia hidup di dunia dan implementasi humanisme Sosrokartono terhadap kehidupan kekinian di Indonesia.
I.         Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam penelitian ini menggunakan sistem bab per bab, antara satu dengan bab yang lain merupakan kesinambungan dan saling terkait. Bab pertama berisikan pendahuluan  yang menjelaskan tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua akan menguraikan pengertian humanisme, sejarah humanisme, dan pembagian humanisme, yaitu humanisme sekuler dan religius.
Bab ketiga akan menguraikan Sosrokartono dan pemikirannya yang meliputi biografi Sosrokartono, karyanya dan pemikirannya.
Bab keempat akan membahas tentang pemikiran humanisme Sosrokartono yang meliputi ajaran humanisme Sosrokartono, model humanisme Kartono, dan implementasi humanisme Kartono dengan kehidupan kekinian masyarakat Indonesia.
Bab kelima berisi penutup. Dalam bab ini peneliti akan memberikan kesimpulan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan dan beberapa saran.



[3]Zainal Abidin, Filsafat Manusia, Memahami Manusia Melalui Filsafat, cet.I (Bandung: Rosda Karya, 2000),  h. 39-41.
[4] Ibid. h. 41.
[5] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, cet. 2, Jilid I (Jakarta: Gramedia, 2000), h. 295.
[6]Ali Mudhofir, Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat dan Teologi (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996), h. 92.
[7]Ali Syari’ati, Humanisme Antara Islam dan Mazhab Barat, terj. Afif Muhammad, cet. 2 ( Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), h. 39.
[8] Frans Magnis-Suseno, “Agama Humanisme dan Masa Depan Tuhandalam Basis, NO. 05-06, Th. ke-51 (Mei-Juni  2002),  h. 39.
[9] Zainal Abidin, Filsafat Manusia; Memahami Manusia Melalui Filsafat, h. 43.
[10]Darori Amin, dkk.,Islam dan Kebudayaan Jawa (Yogyakarta: Gama Media, 2000), h. 171.
[11]Muhammad Zaairul Haq, Mutiara Hidup Manusia Jawa (Yogyakarta: Aditya Media Publishing, 2011), h. 14.
[12] Id.m.wikipedia.org/wiki/Jawa, diakses pada tgl 29 November 2012.
[13] Suwardi Endraswara,  Kebatinan Jawa  ( Yogyakarta: Lembu Jawa, 2011), h. 71-75.
[14] Budiono Hadisutrisno, Islam Kejawen  ( Yogyakarta: Eule Book, 2009), h. 7.
[15]Muhammad Zaairul Haq,  Mutiara Hidup Manusia Jawa, h. 13.
[16] Ignas G. Saksono dan Djoko Dwiyanto, Terbelahnya Kepribadian Orang Jawa (Yogyakarta: Keluarga Besar Marhaenis DIY, 2011), h. 219.
[17] Frans Magnis-Suseno, Pijar-Pijar Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 2005), h. 140.
[18] Ibid. h. 220.
[19] Jacob, T,. Manusia, Ilmu, dan Tekhnologi (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1988), h. 70.
[20]Heniy Astiyanto, Filsafat Jawa: Menggali Butir-Butir Kearifan Lokal (Yogyakarta: Warta Pustaka, 2006), h. v.
[21]Frans Magnis-Suseno, “Agama Abad Ke-21 Harus Bersifat Humanis dan Saling Menghargai” Kompas, 26 April 2005.
[22]Rina Indah Setiawati, Humanisme Studi tentang Pemikiran Ali Syari’ati”, (Skripsi S1 Jurusan Ushuluddin STAIN Surakarta, 2003), h. 12.
[23]Franz Magnis Suseno, Etika Dasar; Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral (Jakarta :Kanisius, 1979), h. 132.
[24]Penziarahan Panjang Humanisme Mangunwijaya (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2009), h. 28-31.
[25]Purwadi, Manunggaling Kawulo Gusti ( Yogyakarta: Gelombang Pasang, 2005), h. v.
[26]Muhammad Zaairul Haq,  Mutiara Hidup Manusia Jawa, h. 31.
[27] Hariwijaya, Islam Kejawen (Yogyakarta: Gelombang Pasang, 2006), h. 77-78.
[28] Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya ( Bandung: J-ART, 2005), h. 524.
[29] Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 100.
[30]Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1990), h. 75.
[31]Tim Penyusun Pedoman Skripsi, Pedoman Penulisan Skripsi Jurusan Ushuluddin STAIN Surakarta (Surakartah: Sopia, 2008), h. 16-17.
[32] Ibid. h. 74.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar