BAB
I
PENDAHULUAN
B. Latar Belakang Masalah
Berbicara tentang humanisme
pasti tidak lepas dari dunia Barat, karena memang sejarah humanisme berasal
dari dunia Barat. Menurut Zainal Abidin, humanisme merupakan
gerakan intelektual dan kesusasteraan yang pertama kali muncul di Italia pada
abad ke-14 M dan humanisme juga sering dipahami sebagai paham di dalam filsafat
yang menjunjung tinggi nilai dan martabat manusia sedemikian rupa sehingga
manusia menempati posisi yang sangat penting, baik dalam perenungan teoritis-filsafat
maupun dalam praktis hidup sehari-hari.[3]
Humanisme secara istilah
berasal dari bahasa latin humanitas (pendidikan manusia) dan dalam
bahasa Yunani disebut sebagai paideia yang berarti pendidikan yang
didukung oleh manusia yang hendak menempatkan seni-seni liberal sebagai materi
atau sasaran utamanya.[4]
Humanism berarti menganggap individu rasional sebagai nilai paling tinggi,
menganggap individu sebagai sumber nilai terakhir, mengabdi kepada pemupukan
perkembangan kreatif dan perkembangan moral individu secara rasional dan
berarti tanpa acuan pada konsep-pemikiran tentang yang adi kodrati.[5]
Humanisme juga bisa
diartikan sebagai pandangan yang menganggap kesejahteraan dan kebahagiaan manusia
dalam kehidupan sebagai hal yang utama.[6] Ali Syari’ati juga
mendifinisikan bahwasannya humanisme ialah aliran filsafat yang menyatakan
bahwa tujuan pokok yang dimilikinya adalah untuk keselamatan dan kesempurnaan
manusia.[7]
Berdasarkan beberapa
definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwasannya humanisme adalah aliran
yang menjadikan manusia (individu) sebagai sentral penelitian dan aliran yang
ingin menjunjung tinggi harkat martabat manusia. Dalam sejarahnya, wacana
humanisme yang berkembang di dunia Barat meninggalkan kesan yang negatif, teori
ini pada akhirnya sangat menggunggulkan manusia, sangat bersifat antroposentris
dan meniadakan andil Tuhan. Mereka menjadi atheis, menganggap Tuhan
tidak berperan dalam kehidupan mereka. Humanisme pada mulanya hanya ingin
membebaskan manusia dari dogma gereja, kemudian berubah menjadi sebuah ideologi
dan aliran yang ingin menyingkirkan Tuhan (agama) dari kehidupan manusia.[8] Aliran Marxisme,
Pragmatisme, dan Eksistensialisme adalah aliran yang memuat nilai-nilai humanis
yang muncul di dunia Barat.[9]
Jawa sebenarnya erat
dengan nilai-nilai humanitas, akan tetapi masih jarang para akademisi yang
mengangkat pemikiran filsuf Jawa tentang pemikiran humanisme. Menurut Darori,
Jawa adalah pulau yang terbentang diantara kepulauan nusantara, yang konon
banyak menghasilkan jewawut (padi-padian).[10] Zaairul Haq juga
mendefinisakan bahwa secara geografis Jawa meliputi wilayah Banyumas, Kedu,
Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang, dan Kediri.[11] Dan secara administratif
terbagi menjadi empat provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan
Banten, serta dua wilayah khusus , yaitu DKI Jakarta dan DI Yogyakarta.[12]
Endraswara mengatakan
bahwasannya masyarakat Jawa terkenal dengan masyarakat yang terbuka, mudah
menerima perbedaan, arif, suka tolong menolong, dan sangat tinggi nilai kebatinannya.
Masyarakat Jawa sangat identik dengan ilmu kebatinan, dan untuk mendapatkan
kesempurnaan ilmu kebatinannya akhlak sosial menjadi kuncinya. Akhlak sosial
atau bisa juga disebut dengan sikap humanis ini menjadi pedoman masyarakat Jawa
dan inti dari kebatinan adalah membangun solidaritas bangsa. Aspek-aspek sosial
antara lain seperti gotong royong, lung tinulung, dan toleransi.[13]
Selain itu, Budiono Hadisutrisno juga menambahkan bahwa di Jawa juga
diajarkan bagaimana kita memelihara hubungan sedulur papat lima pancer,
memelihara ritus kehidupan, dan memelihara hubungan dengan Sangkan Paraning
Dumadi.[14]
Semua itu dipertegas oleh tulisan Zaairul Haq, bahwasannya Jawa mempunyai
Falsafah Ajaran Hidup yang meliputi 3 hal, yaitu kesadaran ber-Tuhan, kesadaran
terhadap semesta, dan kesadaran atas keberadaan manusia.[15] Kesadaran terhadap
keberadaan manusia ini merupakan kunci untuk menggapai sempurnanya hidup orang
Jawa yang disebut insan kamil. Akan tetapi, hal-hal yang berhubungan
dengan kemanusiaan jarang sekali diungkap oleh para akademisi, mereka lebih
tertarik untuk meneliti tentang ketuhanan, etika, dan mistik. Padahal
nilai-nilai kemanusiaan juga merupakan hal penting untuk menuju sempurnannya
ilmu, seperti yang sudah penulis paparkan di atas.
Nilai-nilai humanisme
di Jawa hampir mengalami kepunahan, dikarenakan gaya kehidupan modernitas yang
menghipnotis masyarakat Jawa. Ignas G. Saksono berpendapat, bahwasannya
modernisasi secara intensif menggempur dan menyerbu budaya tradisional
masyarakat Jawa, sedikit demi sedikit menghilangkan ajaran dan nilai-nilai
masyarakat Jawa termasuk nilai-nilai humanitas Jawa. Sepintas mereka memang
telah menawarkan kemudahan dan kenikmatan, tetapi itu hanya sementara, dalam
jangka panjang dan bukti-bukti telah menunjukkan bahwa modernitas akan
menghancurkan peradaban alam dan akhirnya menghancurkan peradaban manusia
seluruhnya.[16]
Modernitas sangat
mempengaruhi masyarakat Jawa, banyak orang Jawa sedikit demi sedikit mulai
meninggalkan nilai leluhurnya. Hidup individu, pragmatis, materialis yang
merupakan ciri-ciri masyarakat modern[17] menjadi pilihan hidup
mereka untuk mempertahankan kelangsungan hidup, karena menurut mereka
ketradisionalan membuat mereka ketinggalan zaman. Padahal, nilai modernitas
sangat tidak cocok bagi masyarakat Jawa yang sangat menjunjung tinggi
keselarasan hidup, nilai-nilai kemanusiaan dan sikap moral sepi ing pamrih.[18]
Sikap hidup modern
membuat manusia lupa, sebenarnya hakikat mereka hidup di dunia ini untuk apa,
apakah hanya untuk bersenang-senang?, bersaing untuk menjadi yang terbaik, ataukah untuk yang
lainnya?. Pandangan terhadap hakikat manusia mengalami pergeseran. Manusia
tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang multi-dimensional namun cenderung
menjadi manusia satu dimensi.[19] Manusia mengalami dehumanisasi,
manusia dituntut untuk segera bertindak memanfaatkan seluruh potensi dinamis
yang dimilikinya, membangun dirinya sendiri, mengembangkan dirinya sendiri,
agar tidak terperosok dalam kehancuran dirinya. Maka dari itu, wacana ataupun
pemikiran humanisme yang dihasilkan oleh filsuf Jawa harus dikenalkan kembali
kepada masyarakat Jawa. Penelitian ini menjadi sangat penting karena masih
sangat jarang akademisi yang mengangkat pemikiran filsuf Jawa tentang pemikiran
humanisme dan melihat kehidupan masyarakat Jawa yang semakin kehilangan
identitas Jawanya.
Jawa banyak melahirkan
para filsuf yang hebat dan ajaran mereka tidak terlepas dari nilai kemanusiaan.
Dalam istilah Jawa, seorang filsuf disebut orang yang wicaksana atau jalma
sulaksana, waskitha ngerti sadurunge winarah atau jalma limpat seprapat
tamat (mengetahui sebelum terjadi).[20]
Salah satu tokoh filsuf Jawa yang banyak mengajarkan nilai humanisme adalah
R.M.P. Sosrokartono (1877-1952) yang merupakan putra Bupati Jepara, Raden Mas
Adipati Ario Samingoen Sosroningrat dan kakak R.A. Kartini.
Salah satu pemikiran
hebatnya adalah tentang humanisme. Sosrokartono mengajarkan kepada masyarakat
Jawa kala itu sikap humanis melalui Ilmu Kantong Bolong, Ilmu Kantong
Kosong, dan Ilmu Sunyi. Secara explisit Sosrokartono tidak
mengatakan bahwa pemikirannya itu humanis, tetapi secara implisit apabila kita
mengamati berbagai pemikirannya maka akan terlihat bahwa intinya adalah
humanis.
Sebenarnya semua filsuf
Jawa mengajarkan ajaran humanis, akan tetapi menurut penulis Sosrokartono
adalah salah satu tokoh yang benar-benar menekankan kemanusiaan untuk menggapai
hakikat manusia hidup di dunia, ia tidak hanya menelurkan pemikiran secara
ajaran saja, bahkan terjun langsung ke masyarakat untuk mempraktekan ajarannya
sendiri dan mengabdikan seluruh hidupnya untuk masyarakat saat itu.
Sosrokartono juga seorang tokoh yang mempunyai latar belakang pendidikan dunia
Barat dan Timur, sehingga pemikirannya lebih terlihat rasional. Sedangkan,
banyak dari filsuf Jawa yang pemikirannya masih sulit untuk dipahami, karena
pemikiran mereka terkesan mistis.
Berdasarkan latar
belakang di atas penulis ingin memaparkan pemikiran humanisme Sosrokartono
secara mendalam, menganalisis hubungan pemikiran humanisme Sosrokartono
terhadap hakikat manusia hidup di dunia dan relevansi pemikiran humanisme
R.M.P.Sosrokartono terhadap kehidupan kekinian di Indonesia.
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah sebagai
berikut:
1.
Bagaimana pemikiran
humanisme R.M.P. Sosrokartono?
2.
Apa hubungan pemikiran
humanisme R.M.P. Sosrokartono dengan hakikat manusia hidup di dunia?
3.
Bagaimana implementasi humanisme
R.M.P. Sosrokartono terhadap kehidupan kekinian di Indonesia?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini
bertujuan untuk:
1.
Mengetahui pemikiran
humanisme R.M.P. Sosrokartono.
2.
Mengetahui hubungan
pemikiran humanisme R.M.P. Sosrokartono dengan hakikat manusia hidup di dunia.
3.
Mengetahui implementasi humanisme
R.M.P. Sosrokartono terhadap kehidupan kekinian di Indonesia.
E.
Manfaat dan Kegunaan
Manfaat dan kegunaan
dalam penelitian ini adalah:
1.
Manfaat penelitian ini
secara akademis adalah untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang
pemikiran humanisme salah satu tokoh filsuf Jawa yaitu Sosrokartono dan juga
sebagai bahan masukan/informasi untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan bagi
mahasiswa IAIN Surakarta dan mahasiswa Jurusan Aqidah Filsafat.
2.
Manfaat penelitian ini
secara praktis adalah untuk memberitahukan kepada masyarakat luas bahwasannya
Jawa sangat menjunjung tinggi humanisme.
F.
Kajian Pustaka
Penelitian yang
berhubungan dengan pemikiran Sosrokartono masih sangat sedikit, untuk sementara
penulis menemukan beberapa penulis yang menulis tentang pemikiran Sosrokartono,
antara lain :
Abdullah Ciptorawiro (1996)
dalam bukunya yang berjudul “ Alif; Pengertian Huruf Alif Dalam Paguyuban
Sosrokartono, Dalam Kandungan Al-Qur’an, Dan Dalam Kejawen“. Dalam bukunya
ini ia hanya menjelaskan pemikiran Sosrokartono tentang Alif, kemudian pemikiran Alif Sosrokartono
dibandingkan dengan Alif menurut Al-Qur’an dan Kejawen. Dalam bukunya ia
tidak menjelaskan pemikiran humanisme Sosrokartono secara detail, ia hanya
menjelaskan sedikit tentang salah satu fungsi Alif Sosrokartono adalah
untuk mengobati orang sakit.
Tulisan Koesnadi
Partokusumo dalam Majalah Mawas Diri edisi Agustus 1981 yang berjudul “
Kodrat Benda Semesta” yang dikutip dari buku Shantih, Tuntunan Ethiko
Psikologi Ajaran R.M.P. Sosrokartono. Dalam tulisannya ini ia hanya
mengupas salah satu tulisan Sosrokartono tentang Kodrat Benda Semesta, dalam
tulisannya Sosrokartono menerangkan Kodrat Benda Semesta dengan teori
relativitas Enstein. Jadi, Koesnadi tidak menjelaskan pemikiran Sosrokartono
tentang pemikiran humanisme.
Aksan (1988) dalam
bukunya yang berjudul “Ilmu dan laku Drs. RMP.Sosrokartono”. Dalam
bukunya ini ia menjelaskan biografi singkat Sosrokartono, pemikiran
Sosrokartono secara luas meliputi pemikirannya tentang riwayat hidup singkat
Sosrokartono, sang guru, sang alif, tirta husada, Mandor Klungsu,
dan Djaka Pring. Dalam tulisannya ini ia tidak melakukan analisis
mendalam tentang pemikiran humanisme Sosrokartono.
Berdasarkan ketiga
penelitian di atas, peneliti tidak menemukan penelitian yang mendetail tentang
pemikiran humanisme Sosrokartono. Mereka hanya memaparkan pemikiran
Sosrokartono secara luas tanpa analisis yang mendalam. Maka dari itu,
penelitian yang akan dilakukan peneliti belum pernah diteliti sebelumnya.
G.
Kerangka Teori
Peneliti dalam
penelitian ini menggunakan teori humanisme Franz-Magnis Suseno, karena teori
humanisme Magnis Suseno mengandung unsur nilai-nilai Jawa dan banyak juga
penelitiannya yang berhubungan dengan Jawa. Menurutnya humanisme adalah
keyakinan bahwa setiap orang harus di hormati sebagai pesona, sebagai manusia
dalam arti sepenuhnya, bukan karena ia
pintar atau bodoh, baik atau buruk. Semua ini tergantung daerah asal
usulnya, komunitas etnik atau dari agama mana, dan apakah dia laki-laki atau
perempuan. Secara tegas ia mengatakan bahwa humanisme berarti menghormati orang
lain dalam identitasnya.[21]
Beberapa ciri manusia yang humanis menurut Frans
Magnis-Suseno adalah manusia yang tahu diri bahwa dirinya tidak tahu,
bijaksana, terbuka dalam melihat berbagai kemungkinan, bersifat positif
terhadap sesama manusia, anti fanatisme, kekerasan, penilaian-penilaian mutlak,
tidak mengutuk pandangan orang lain, bersikap terbuka, toleran, menghormati
berbagai keyakinan dan sikap, serta mampu melihat yang positif dibalik
perbedaan.[22]
Teori humanisme Magnis Suseno lahir sebagai pemikiran puncak etikanya. Menurut
Magnis Suseno etika bisa mencapai puncaknya yang luhur dalam humanismenya.[23] Pendapat Magnis-Suseno
dikuatkan oleh Mangunwijaya IV, bahwasannya humanisme adalah sikap
terus-menerus untuk menjadi manusiawi, menghargai kemanusiaan, terbuka terhadap
nilai-nilai kemanusiaan universal, berfikir kreatif, eksploratif, inklusif, dan
pluralistik.[24]
Hakikat manusia hidup
di dunia menurut Purwadi adalah untuk menuju Sangkan paraning dumadi
yaitu asal mula hakikat kehidupan serta tujuan utamanya adalah mencapai ḥusnul
khatimah yang berujung pada kenikmatan surgawi. Kesempurnan hidup atau mati
sajroning ngaurip bisa dicapai dengan menghindari nafsu amarah, lawamah,
sufiah dan memupuk nafsu mutmainah.[25] Selain itu masyarakat
Jawa juga melakukan laku prihatin, manekung, dan semedi.[26]
Manusia hidup ini hanya sebentar karena suatu ketika akan kembali kepada
Tuhan. Tuhan adalah tumpuan sangkan paraning dumadi, Tuhan adalah sangkan
paran dari semua ciptaan-Nya. Dari Tuhan dan akan kembali pada Tuhan.[27]
Allah Swt. juga
menjelaskan Q.S. Adz-Zaariyyat : 56, yang berbunyi:
$tBur
àMø)n=yz
£`Ågø:$#
}§RM}$#ur
wÎ)
Èbrßç7÷èuÏ9
ÇÎÏÈ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka
mengabdi/menyembah kepada-Ku.”[28]
Ayat di atas dapat
diambil kesimpulan bahwasannya tujuan manusia hidup di dunia ini hanyalah untuk
beribadah menyembah Allah Swt secara tulus, ikhlas, dan dilakukan secara
tertib, baik, dan benar. Penyembahan yang dilakukan semata-mata untuk
memperoleh ridho, rahman dan rakhim-Nya, agar memperoleh keselamatan dunia dan
akhirat kelak.
H.
Metode Penelitian
1.
Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat penelitian pustaka (Library Research),
jenis penelitian ini adalah kualitatif, penelitian ini mengikuti cara dan arah
pikiran seorang tokoh filsuf dalam karyanya maupun yang membahas pemikiran tersebut.
Sumber data yang diperlukan untuk penyusunan skripsi ini terdapat di dalam
buku-buku primer dan sekunder.
2.
Sumber Data
Untuk melakukan penelitian ini diperlukan dua jenis sumber data,
yaitu sumber data primer dan sumber data skunder. Sumber data primer dalam
penelitian ini antara lain:
a.
R.M.P. Sosrokartono dengan
tulisannya Omong Kosong,
b.
R.M.P. Sosrokartono dengan
tulisannya Laku lan Maksudipun,
c.
R.M.P. Sosrokartono dengan
tulisannya Serat Saking Medan.
Sedangkan sumber data sekunder yaitu semua buku yang berhubungan dengan
judul yang peneliti teliti.
3.
Metode Pengumpulan Data
a.
Pertama, diadakan pelacakan
dan pencarian literatur yang bersangkutan dengan penelitian. Kemudian dari
literatur tersebut diadakan pemilahan sumber data primer dan skunder.
b.
Setelah literatur terkumpul,
diadakan penelaahan yang disesuaikan dengan aspek-aspek yang akan dibahas.
c.
Pemilahan dilakukan atas
pokok-pokok permasalahan, sehingga pemikiran yang dibahas tersusun sitematis.
d.
Tahap pengumpulan data yang
terakhir dilakukan pengolahan data.
4.
Analisa Data
Setelah data terkumpul maka langkah-langkah yang penulis lakukan
ialah melakukan klasifikasi disesuaikan dengan bahan yang akan dibahas dan
dilanjutkan dengan pengolahan data. Teknik pengolahan data yang
dipergunakan dalam penelitian ini yaitu menggabungkan metode penelitian dengan
filsafat.
a.
Metode deskripsi
Metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menguraikan
data-data secara jelas dan terperinci mengenai konsepsi tokoh dan pemikirannya.[29]
Metode ini akan digunakan peneliti untuk menguraikan humanisme dan
pemikiran Sosrokartono.
b.
Metode Kesinambungan
Historis
Metode yang digunakan untuk melihat benang merah perkembangan
pemikiran tokoh, baik yang berhubungan dengan lingkungan historisnya maupun
pengaruh-pengaruh yang dialami dalam perjalanan hidupnya.[30] Metode ini akan peneliti
gunakan untuk memaparkan humanisme dan biografi Sosrokartono.
c.
Metode Verstehen
(memahami)
Metode yang digunakan untuk memahami bangunan pemikiran dan pemaknaan seorang tokoh,
dokumen dan yang lain secara mendalam tanpa ada keterlibatan peneliti untuk
menafsirkannya.[31] Metode ini akan digunakan peneliti untuk
memahami pemikiran Sosrokartono.
d.
Metode Interpretasi
Metode
interpretasi atau penafsiran yaitu metode yang digunakan untuk merekontruksi
naskah, menangkap arti dan nuansa yang dimaksudkan secara khas.[32]Metode ini peneliti gunakan untuk menganalisis pemikiran
humanisme Sosrokartono, hubungan humanisme Sosrokartono dengan hakikat manusia
hidup di dunia dan implementasi humanisme Sosrokartono terhadap kehidupan
kekinian di Indonesia.
I.
Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam
penelitian ini menggunakan sistem bab per bab, antara satu dengan bab yang lain
merupakan kesinambungan dan saling terkait. Bab pertama berisikan
pendahuluan yang menjelaskan tentang
latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian
pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua akan
menguraikan pengertian humanisme, sejarah humanisme, dan pembagian humanisme,
yaitu humanisme sekuler dan religius.
Bab ketiga akan
menguraikan Sosrokartono dan pemikirannya yang meliputi biografi Sosrokartono,
karyanya dan pemikirannya.
Bab keempat akan
membahas tentang pemikiran humanisme Sosrokartono yang meliputi ajaran
humanisme Sosrokartono, model humanisme Kartono, dan implementasi humanisme
Kartono dengan kehidupan kekinian masyarakat Indonesia.
Bab kelima berisi
penutup. Dalam bab ini peneliti akan memberikan kesimpulan tentang hasil
penelitian yang telah dilakukan dan beberapa saran.
[3]Zainal
Abidin, Filsafat Manusia, Memahami Manusia Melalui Filsafat, cet.I (Bandung:
Rosda Karya, 2000), h. 39-41.
[6]Ali
Mudhofir, Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat dan Teologi (Yogyakarta:
Gajah Mada University Press, 1996), h. 92.
[7]Ali
Syari’ati, Humanisme Antara Islam dan Mazhab Barat, terj. Afif Muhammad,
cet. 2 ( Bandung: Pustaka Hidayah, 1996), h. 39.
[8] Frans
Magnis-Suseno, “Agama Humanisme dan Masa Depan Tuhan” dalam Basis,
NO. 05-06, Th. ke-51 (Mei-Juni
2002), h. 39.
[11]Muhammad
Zaairul Haq, Mutiara Hidup Manusia Jawa (Yogyakarta: Aditya Media
Publishing, 2011), h. 14.
[12]
Id.m.wikipedia.org/wiki/Jawa, diakses pada tgl 29 November 2012.
[16] Ignas
G. Saksono dan Djoko Dwiyanto, Terbelahnya Kepribadian Orang Jawa
(Yogyakarta: Keluarga Besar Marhaenis DIY, 2011), h. 219.
[20]Heniy
Astiyanto, Filsafat Jawa: Menggali Butir-Butir Kearifan Lokal
(Yogyakarta: Warta Pustaka, 2006), h. v.
[21]Frans
Magnis-Suseno, “Agama Abad Ke-21 Harus Bersifat Humanis dan Saling Menghargai” Kompas,
26 April 2005.
[22]Rina
Indah Setiawati, “ Humanisme Studi tentang Pemikiran Ali Syari’ati”,
(Skripsi S1 Jurusan Ushuluddin STAIN Surakarta, 2003), h. 12.
[23]Franz
Magnis Suseno, Etika Dasar; Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral (Jakarta
:Kanisius, 1979), h. 132.
[24]Penziarahan
Panjang Humanisme Mangunwijaya (Jakarta:
PT. Kompas Media Nusantara, 2009), h. 28-31.
[30]Anton Bakker dan
Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta:
Kanisius, 1990), h. 75.
[31]Tim
Penyusun Pedoman Skripsi, Pedoman Penulisan Skripsi Jurusan Ushuluddin STAIN
Surakarta (Surakartah: Sopia, 2008), h. 16-17.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar